Verifikasi legalitas kayu di Indonesia dan usaha kehutanan skala kecil: Pelajaran dan opsi kebijakan

Download options
Download document

Pesan penting

  • Rencana Aksi Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan Hutan (FLEGT), yang diluncurkan pada tahun 2003, merupakan respon Uni Eropa untuk melawan pembalakan liar. Secara khusus, FLEGT bertujuan untuk menekan perdagangan kayu ilegal antara negara-neagara Uni Eropa dan mitra penghasil kayunya.
  • FLEGT beroperasi melalui dua instrumen utama: kesepakatan perdagangan bilateral – yang dikenal dengan Kesepakatan Kemitraan Sukarela (VPA) – yang ditandatangani dengan negara-negara produsen yang bersedia, dan Peraturan Kayu Uni Eropa (EUTR), yang mulai diterapkan pada Maret 2013. EUTR ini memandatkan para pengimpor Uni Eropa untuk melakukan uji tuntas dalam mencari sumber kayu dari luar negeri untuk kemudian mencegah masuknya kayu dari sumber-sumber ilegal.
  • Sampai saat ini, enam negara telah menandatangani VPA. Diantara mereka, lima telah berkomitmen untuk menerapkan aturan-aturan VPA terkait verifikasi legalitas tidak hanya terhadap kayu yang diimpor ke Eropa, namun juga terhadap kayu yang diperdagangkan pada pasar domestik pada negara-negara produsen penandatangan. Ini berarti bahwa kayu yang dipanen dan diperdagangkan pada pasar domestik akan diatur melalui skema perijinan nasional (yang disebut dengan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu/SVLK).
  • SVLK merupakan tonggak utama dalam VPA antara Indonesia dan Uni Eropa, yang menawarkan banyak peluang untuk para produsen kayu Indonesia untuk mendapat keuntungan dari peningkatan akses pasar ke pasar eko-sensitif utama.
  • Kemajuan berarti telah dicapai dengan penerapan SVLK atas perusahaan kehutanan dan industri kayu skala besar, dan ada harapan bahwa SVLK bagi pelaku usaha skala besar dapat dicapai secepatnya.
  • Namun, ada tantangan yang cukup besar dalam mendorong penerapan SVLK bagi usaha kecil dan menengah (UKM). Alasan utamanya adalah besarnya jumlah perusahaan skala kecil -- kira-kira lebih dari 700.000 perusahaan sejenis di Indonesia yang mempekerjakan sampai 1,5 juta orang.
  • Tantangan mendasar lainnya dengan adopsi SVLK bagi UKM adalah banyak dari perusahaan tersebut tidak memenuhi persyaratan dasar legalitas bisnis.
  • Lambatnya proses verifikasi legalitas juga disebabkan karena biaya sertifikasi yang tinggi, ketidakcocokan antara persyaratan SVLK dengan strategi penghidupan petani hutan rakyat; terbatasnya pemahaman di kalangan usaha perkayuan skala kecil mengenai kebutuhan dan manfaat SVLK, dan terbatasnya kapasitas lembaga verifikasi untuk melaksanakan verifikasi SVLK.
  • Opsi-opsi kebijakan yang ditawarkan antara lain: (1) menyediakan bantuan pada tingkat kabupaten atau provinsi untuk memastikan bahwa UKM mempunyai dokumen pokok terkait usahanya; (2) menyederhanakan prosedur pengajuan SVLK dan memfasilitasi pinjaman berbunga rendah untuk petani kayu dan industri pengolahan kayu skala kecil; (3) meninjau berbagai kebijakan mengenai izin pemanfaatan kayu skala kecil agar tidak terlalu rumit ; (4) mengintensifkan penyebaran informasi mengenai SVLK dan prosedur yang mudah diikuti; dan (5) meningkatkan jumlah dan kapasitas lembaga verifikasi legalitas kayu.
Authors: Obidzinski, K.; Dermawan, A.; Andrianto, A.; Komarudin, H.; Henawan, D.
Subjects: certification, law, policy
Publication type: Brief, Publication
Year: 2014

Back to top

Sign up to our monthly newsletter

Connect with us